I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan hutan tanaman merupakan suatu kegiatan penting
untuk memenuhi berbagai fungsi produksi dan perlindungan, dan apabila
direncanakan dengan baik dari hutan tanaman dapat diperoleh pula kestabilan
lingkungan. Pembangunan hutan tanaman umumnya dilakukan dengan pola tanam satu
jenis (monokultur), sehingga hutan tanaman merupakan suatu ekologi binaan
dengan budidaya pohon hutan, dan menerapkan silvikultur intensif. (Soeratmo, 1979)
Kesengajaan menyederhanakan ekosistem alam menjadi ekosistem
rekayasa seperti pola pertanaman monokultur tersebut sangatlah rentan terhadap
kerusakan hutan yang disebabkan faktor biotik dan abiotik. Upaya mengurangi dan
menghindarkan hutan tanaman dari kerusakan menjadi bagian dari substansi
strategi silvikultur yang diletakkan sejak awal. Oleh karena itu tindakan
perlindungan hutan tidak dapat dianggap sebagai satu penyelesaian masalah
kerusakan sesaat, atau hanya merupakan tindakan darurat, melainkan lebih
diarahkan untuk mengenali dan mengevaluasi semua sumber kerusakan yang
potensial, agar kerusakan yang besar dapat dihindari.
Perlindungan hutan mengutamakan pencegahan awal terjadinya
atau perkembangan suatu kerusakan hutan melalui perencanaan silvikultur dan
pengelolaan yang baik. Apabila dapat diwujudkan maka prosedur itu akan lebih
efektif daripada pengendalian langsung setelah kerusakan yang besar terjadi.
Oleh karena itu teknik pencegahan dan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT) di sektor kehutanan perlu segera mendapat perhatian khusus, karena
masalah OPT sektor kehutanan di Indonesia masih kurang mendapat perhatian
dibandingkan dengan kegiatan perlindungan hutan yang lain. Upaya ini harus
ditempuh karena masalah OPT merupakan bagian integral dari kegiatan pengelolaan
hutan. Para ahli kehutanan mengatakan bahwa banyak faktor yang dapat
menyebabkan kerusakan hutan, baik yang berasal dari luar hutan maupun
faktor-faktor yang berhubungan dengan perkembangan hutan itu sendiri.
Faktor-faktor penyebab kerusakan hutan dapat terdiri dari organisme hidup
(biotik) atau faktorfaktor lingkungan fisik (abiotik). Penyebab kerusakan hutan
dari organisme hidup salah satunya adalah penyakit hutan. Penyakit hutan dapat
menimbulkan kerugian antara lain mengurangi kuantitas dan kualitas hasil dan
meningkatnya biaya produksi
Dalam ini sumber
daya hutan baik hutan alam maupun hutan tanaman yang ada di hampir sebagian
besar wilayah Indonesia telah mengalami penurunan fungsi secara drastis dimana
hutan tidak lagi berfungsi secara maksimal sebagai akibat dari ekploitasi
kepentingan manusia baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Oleh
karena itu penyelamatan fungsi hutan dan perlindunganya sudah saatnya menjadi
tumpuan harapan bagi kelangsungan jasa produksi ataupun
lingkungan.
Mengingat tinggi dan pentingya nilai hutan, maka upaya pelestarian hutan wajib
dilakukan apapun konsekuensi yang harus dihadapi, karena sebetulnya peningkatan
produktivitas dan pelestarian serta perlindungan hutan sebenarnya mempunyai
tujuan jangka panjang, oleh karena itu perlu dicari solusi yang tepat untuk
mempertahankan produktivitas tegakan ataupun ekosistem hutan.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui frekuensi serangan dan intensitas serangan
hama dan penyakit pada pohon jati (Tectona
grandis L.f) di Desa
Jono
Oge, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi.
Kegunaan dilakukannya
praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis serangan hama,
penyakit pada pohon jati
(Tectona grandis L.f) di Desa Jono Oge, Kecamatan Biromaru,
Kabupaten Sigi.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jati (Tectona grandis L.f)
Tanaman jati merupakan tanaman tropika dan sub tropika yang
sejak abad ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan
bernilai jual tinggi. Tanaman jati yang tumbuh di indonesia berasal dari India.
Tanaman ini mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn.f. (Sumarna,2003).
Pohon
besar dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas
cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak
terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara
varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur
dalam; dan jati pring (Jw., bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti
bambu. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam
alur memanjang batang (Sumarna, 2001).
Pohon jati (Tectona
grandis L.f) memiliki ciri-ciri adalah sebagai berikut :Bentuk
pohon besar pada umur 100 tahun dengan tinggi 25-50 meter menurut bonitsit.
Batang dapat bulat dan lurus apabila tumbuh ditempat yang subur, tapi pada tanah-tanah
yang kurang subur dan tegakan yang kurang rapat serta akibat dari kebakaran dan
pengembalaan mempunyai kecenderungan untuk melengkung. Batang-batang yang besar
biasanya menunjukkan penampang yang tidak rata.Tajuk tidak beraturan, berbentuk
bulat telur, terpasang agak rendah di tegakan-tegakan yang kurang rapat.Bentuk
dahan bengkok-bengkok dan berlekuk-lekuk, bercabang banyak dengan
ranting-ranting yang kasar, berpenampang empat persegi dan berbulu
banyak. Daun berhadapan, berpucuk lancip dan bertangkai pendek. Bagian
atas hijau kasar, bagian bawah daun hijau kekuning-kuningan, berbulu halus.
Dengan diantaranya rambut-rambut kelenjar merah mengembung, kalau dirusak
daunnya menjadi merah. (Hardjodarsono, 1976)
Menurut
Sumarna (2003), sistem klasifikasi tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai
berikut :
Divisi : Spermatophyta
Class : Angiospermae
Sub Class : Dicotyledonae
Ordo : Verbenales
Familia : Verbenaceae
Genus : Tectona
Species : Tectona
grandis L.f.
Manfaat tanaman jati
dari segi kayunya sampai akarnya adalah dimana kayu jati dikenal sebagai kayu
yang paling berkualitas, kuat dan tahan rayap. Kayu tersebut umum digunakan
sebagai bahan baku furnitur, aka1r kayu jati digunakan sebagai bahan kerajinan
sedangkan daun dimanfaatkan sebagai alat pembungkus, misal makanan.
2.2 Hama Tanaman
Hama adalah
semua binatang yang menimbulkan kerugian pada pohon hutan dan hasil hutan
seperti serangga, bajing, tikus, babi, rusa dan lain-lain. Tetapi kenyataan di
lapangan hama yang potensial dan eksplosif menimbulkan kerugian adalah dari
golongan serangga. Sehingga masyarakat umumnya mengidentikan hama sama dengan
serangga. (Pracaya, 2008).
Jenis-jenis hama dan penyakit pada
tanaman jati yaitu, sebagai berikut :
a.
Hama Ulat Jati ( Hyblaea puera & Pyrausta machaeralis
)
Hama
ini menyerang pada awal musim penghujan, yaitu sekitar bulan Nopember –
Januari. Daun-daun yang terserang berlubang-lubang dimakan ulat. Bila ulat
tidak banyak cukup diambil dan dimatikan. Bila tingkat serangan sudah tinggi,
maka perlu dilakukan pengendalian dengan cara penyemprotan menggunakan
insektisida.
b.
Hama
Uret (Phyllophaga sp)
Hama
ini biasanya menyerang pada bulan Pebruari – April. Uret merupakan larva dari
kumbang. Larva ini aktif memakan akar tanaman baik tanaman kehutanan (tanaman
pokok dan sela) maupun tanaman tumpangsari (padi, palawija, dll) terutama yang
masih muda, sehingga tanaman yang terserang tiba-tiba layu, berhenti tumbuh
kemudian mati. Jika media dibongkar akar tanaman terputus/rusak dan dapat
dijumpai hama uret.
Kerusakan
dan kerugian paling besar akibat serangan hama uret terutama terjadi pada
tanaman umur 1-2 bulan di lapangan, tanaman menjadi mati. Serangan hama uret di
lapangan berfluktuasi dari tahun ke tahun, umumnya bilamana kasus-kasus
serangan hama uret tinggi pada suatu tahun, maka pada tahun berikutnya
kasus-kasus kerusakan/serangan menurun.
c.
Hama
Tungau Merah (Akarina)
Hama
ini biasanya menyerang pada bulan Juni – Agustus. Gejala yang timbul berupa
daun berwarna kuning pucat, pertumbuhan bibit terhambat. Hal ini terjadi
diakibatkan oleh cairan dari tanaman/terutama pada daun dihisap oleh tungau.
Bila diamati secara teliti, di bawah permukaan daun ada tungau berwarna merah
cukup banyak (ukuran ± 0,5 mm) dan terdapat benang-benang halus seperti sarang
laba-laba. Pengendalian hama tungau dapat dilakukan dengan menggunakan
akarisida.
d.
Hama
kutu putih/kutu lilin
Hama
ini biasa menyerang setiap saat. Bagian tanaman yang diserang adalah pucuk
(jaringan meristematis). Pucuk daun yang terserang menjadi keriting sehingga
tumbuh abnormal dan terdapat kutu berwarna putih berukuran kecil. Langkah awal
pengendalian berupa pemisahan bibit yang sakit dengan yang sehat karena bisa
menular. Bila batang sudah mengkayu, batang dapat dipotong 0,5 – 1 cm di atas
permukaan media; pucuk yang sakit dibuang/dimusnahkan. Jika serangan sudah
parah dan dalam skala yang luas maka dapat dilakukan penyemprotan dengan
menggunakan akarisida.
e.
Hama
Lalat Putih (Bamisia tabaci genn)
Hama lalat putih memiliki gejala
serangan yang ditandai dengan munculnya bergak netrotik pada daun akibat
diisapnya cairan sel. Jika populasi tinggi, tanaman yang diserang tumbuh
kerdil, terjadi klorosis pada daun, serta daun mengecil dan menggulung keatas.
Selain itu pembentukan bunga dan buah bias berhenti secara bertiba-tiba
sehingga buah yang dihasilkan tanaman menurun.
f.
Hama
lalat putih merupakan serangga kecil bertubuh lunak. Lalat putih ini bukan
lalat sejati, tetapi masuk dalam Ordo Homoptera. Hama ini berkembang
sangat cepat secara eksponensial. Lalat putih betina dapat menghasilkan 150-300
telur sepanjang hidupnya. Waktu yang dibutuhkan dari tingkat telur sampai
dengan dewasa siap bertelur hanya sekitar 16 hari. Lalat putih dapat
menyebabkan luka yang serius pada tanaman dengan mencucuk mengisap cairan
tanaman sehingga menyebabkan layu, kerdil, atau bahkan mati. Lalat putih dewasa
dapat juga mentransmisikan beberapa virus dari tanaman sakit ke tanaman sehat.
g.
Hama
Kupu Putih (Peloncat Flatid Putih)
Kasus
serangan hama kupu putih dalam skala luas pernah terjadi pada tanaman jati muda
di KPH Banyuwangi Selatan pada musim kemarau tahun 2006. Serangga ini hinggap
menempel di batang muda dan permukaan daun bagian bawah. Jumlah individu
serangga tiap pohon dapat mencapai puluhan sampai ratusan individu.
Hasil
identifikasi serangga, diketahui bahwa serangga yang menyerang tanaman jati
muda ini adalah dari kelompok peloncat tumbuhan (planthopper) flatid warna
putih (famili Flatidae, ordo Homoptera/Hemiptera). Dari kenampakan serangga
maka kupu putih yang menyerang jati ini sangat mirip dengan spesies flatid
putih Anormenis chloris. Jenis-jenis serangga flatid jarang dilaporkan
menyebabkan kerusakan ekonomis pada tanaman budidaya.
Nilai
kehadiran serangga kupu putih (flatid putih) ini menjadi penting karena waktu
serangan terjadi pada musim kemarau yang panjang. Tanaman jati yang telah
mengurangi tekanan lingkungan dengan menggugurkan daun semakin meningkat
tekanannya akibat cairan tubuhnya dihisap oleh serangga flatid putih.
2.3 Penyakit Tanaman
Penyakit adalah
adanya kerusakan proses fisiologis yang disebabkan oleh suatu tekanan/gangguan
yang terus menerus dari penyebab utama (biotik /abiotik) yang mengakibatkan
aktivitas sel/jaringan menjadi abnormal, yang digambarkan dalam bentuk patologi
yang khas yang disebut gejala/tanda. Gejala/tanda inilah yang memberikan
petunjuk apakah pohon di dalam hutan sehat atau sakit. (Pracaya,
2008).
Penyakit
tanaman hutan dapat disebabkan oleh banyak factor, baik factor biotik maupun
biotik. Dalam pengertian umum dapat dinyatakan bahwa penyebab penyakit adalah
pathogen (phatogen). Dalam pengertian luas, pathogen (pathos=menderita +
gen=asal-usul) merupakan agen yang menyebabkan penderitaan (sakit). Tanaman
hutan yang sakit disebut tanaman inang (Bambang, 2006).
Jenis Penyakit potensial yang biasanya menyerang beberapa pohon hutan termasuk
Jati (Tectona grandis L.f )
dalam suatu areal hutan yaitu :
a.
Penyakit
akar
Jenis
gangguan pada akar tanaman
Jati yang sering dijumpai adalah Pseudomonas
Tectonae. Penyakit ini ditandai dengan adanyadaun yang
menguning dan kemudian berubah menjadi coklat. Penyakit ini sulit diberantas.
Selain itu juga dijumpai jamur akar Armilaria melea, Phellinus
hellinus, Phellinus lamaonsis, Phellinus noxius, Helicobasidium compactum,
Phellinus rhizomorpho, Ustulina deusta, Xylaria thwaittesii, Polyporus zonalis,
Polyporus shoreae serta
jenis cendawan akar merah Rigidoporus
lignosus.
b.
Penyakit
Batang
Jenis penyakit yang
menyerang batang tanaman Jati diantaranya Corticium
salmonicolor dan Nectria haematococca
sebagai penyebab
kanker batang.
Serangannya ditandai dengan daun layu
dan berwarna hitam gelap, muncul tubuh buah jamur yang menebal berwarna putih
hingga merah jambu pada kulit luar, timbul benjolan lapisan gabus pada
permukaan batang,
kulit kayu pecah-pecah kemudian terjadi luka dan berlubang-lubang arah
memanjang.
c.
Penyakit
pucuk daun
Jenis
penyakit yang menyerang pucuk daun yaitu Stemphyllum sp, dan Phomopsi tectonae serta jenis Ganoderma applanatum dan Phellinus lamoensis yang
menyebabkan akar berwarna
coklat. Jenis lain yang menyerang daun di
antaranya
Cercospora sp, Mycosphaerella sp, Sphaceloma sp, Sclerotium sp, Podospora sp, Xanthomonas sp,
Rhizoctonia sp, Marasmius sp serta Phyllactinia sp.
Adapun serangan penyakit pucuk daun dapat
dilihat dari tanda-tanda munculnya bercak-bercak coklat tua, daun mengering
dan kehilangan turgor, daun layu
dan rontok, bila dicabut jaringan kayu berwarna gelap sampai hitam serta batang pada permukaan tanahmenjadi lunak dan basah.
2.4 Gulma
Gulma
merupakan tumbuhan yang berasal dari spesies liar yang telah lama menyesuaikan
diri dengan perubahan lingkungan, atau spesies baru yang telah berkembang sejak
timbulnya pertanian. Setiap kali manusia berusaha mengubah salah satu atau
seluruh faktor lingkungan alami, seperti pembukaan hutan, pengolahan tanah,
pengairan dan sebagainya, maka selalu akan berhadapan dengan masalah baru
karena tumbuhnya tumbuhan yang tidak diinginkan yang merupakan salah satu
akibat dari perubahan tersebut.
Berbagai batasan
(definisi) gulma bersifat temporer (sementara) bergantung pada tempat dan waktu
(objektif-subjektif). Beberapa definisi untuk gulma antara lain :
1.
Gulma
adalah tumbuhan yang tidak sesuai dengan tempatnya;
2.
Gulma
adalah tumbuhan yang tidak dikehendaki;
3.
Gulma
adalah tumbuhan yang bernilai negatif;
4.
Gulma
adalah tumbuhan yang tumbuh secara spontan;
5.
Gulma
adalah tumbuhan yang tidak berguna (belum diketahui kegunaannya).
Jenis-jenis Gulma pada Tanaman Hutan
sebagai berikut :
a.
Golongan
rumput (grasses)
Gulma golongan rumput, familia Gramineae/Poaceae.
Deangan ciri, batang bulat atau agak pipih, kebanyakan berongga. Daun-daun
soliter pada buku-buku, tersusun dalam dua deret, umumnya bertulang daun
sejajar, terdiri atas dua bagian yaitu pelepah daun dan helaian daun. Daun
biasanya berbentuk garis (linier), tepi daun rata. Lidah-lidah daun sering
kelihatan jelas pada batas antara pelepah daun dan helaian daun.
Dasar karangan bunga satuannya anak bulir (spikelet)
yang dapat bertangkai atau tidak (sessilis). Masing-masing anak bulir tersusun
atas satu atau lebih bunga kecil (floret), di mana tiap-tiap bunga kecil
biasanya dikelilingi oleh sepasang daun pelindung (bractea) yang tidak sama
besarnya, yang besar disebut lemna dan yang kecil disebut palea. Buah disebut
caryopsis atau grain. Contohnya Imperata cyliindrica, Echinochloa
crusgalli, Cynodon dactylon, Panicum repens.
b.
Gulma
golongan teki,
Familia Cyperaceae.Batang umumnya
berbentuk segitiga, kadang-kadang juga bulat dan biasanya tidak berongga.Daun
tersusun dalam tiga deretan, tidak memiliki lidah-lidah daun (ligula).Ibu
tangkai karangan bunga tidak berbuku-buku. Bunga sering dalam bulir (spica)
atau anak bulir, biasanya dilindungi oleh suatu daun pelindung. Buahnya tidak
membuka. Contohnya Cyperus rotundus, Fimbristylis littoralis, Scripus
juncoides.
c.
Golongan
berdaun lebar (Broad leaves)
Gulma berdaun lebar umumnya termasuk
Dicotyledoneae dan Pteridophyta. Daun lebar dengan tulang daun berbentuk jala.
Contohnya Monocharia vaginalis, Limnocharis flava, Eichornia crassipes,
Amaranthus spinosus, Portulaca olerace, Lindernia sp.
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
3.2 Alat dan bahan
Adapun
alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu parang, tali rafiah, meteran roll, kamera, tally sheet,
kalkulator dan alat tulis menulis.
Sedangkan bahan yang digunakan saat
praktek yaitu tegakan Tanaman Jati
( Tectona grandis L.f).
3.3 Cara Kerja
Langkah-langkah dalam
praktikum ini adalah pembuatan plot dengan ukuran 10m x 10m
sebanyak 5 plot, selanjutnya mengidentifikasi gejala pada tanaman dengan cara
melihat kondisi fisik yang ditimbulkan oleh tanaman seperti adanya daun
berlubang, pucuk terpotong, batang berlubang dan sebagainya.
Gambar 1. Plot
pengamatan Tegakan Jati ( Tectona grandis
L.f)
Keterangan:
a.
Plot
1 dengan ukuran 10 m x 10 m
b.
Plot
2 dengan ukuran 10 m x 10 m
c.
Plot
3 dengan ukuran 10 m x 10 m
d.
Plot
4 dengan ukuran 10 m x 10 m
e.
Plot
5 dengan ukuran 10 m x 10 m
3.4 Analisis Data
a. Untuk mengetahui frekuensi serangan hama dan pathogen pada
tanaman
(www.academia.edu)
Frekuensi Serangan = Jumlah tanaman yang terserang dan yang mati x 100 %
Jumlah seluruh tanaman sampel
Jumlah seluruh tanaman sampel
b. Untuk
mengetahui
intensitas serangan hama dan pathogen pada tanaman
(www.academia.edu)
Intensitas Serangan = X1Y1+X2Y2+X3Y3+X4Y4 x 100
%
XY4
Keterangan
:
I = intensitas serangan
X = jumlah seluruh tanaman
X1-X4 = jumlah tanaman yang merana ringan (skor 1)
sampai yanag mati (skor 4)
Y1Y4 = jumlah tanaman yang merana ringan sampai
mati (1 sampai 4)
Adapun analisis data yang digunakan dalam praktikum
ini, yaitu menentukan dan mengalisis data yang
didapatkan dalam praktikum, berikut rumus-rumus yang digunakan dalam
perhitungan. Mentukan nilai (skor) serangan terhadap tanaman. dengan memakai
tabel sebagai berikut :
Tabel
1. Cara menentukan nilai (skor) serangan hama pada tanaman jati
Gejala
pada tanaman
|
Skor
|
Sehat
( tidak ada gejala serangan atau ada serangan pada daun tapi sangat sedikit
dibandingkan dengan luas dan seluruhnya.)
|
0
|
Merana
ringan ( jumlah daun yang terserang dan jumlah serangan pada masing-masing daun
yang terserang sedikit atau daun rontok sedikit)
|
1
|
Merana
sedang ( jumlah daun yang terserang dan jumlah serangan pada masing-masing
daun yang terserang agak banyak atau daun rontok agak banyak)
|
2
|
Merana
berat ( jumlah daun yang terserang dan jumlah serangan pada masing – masing
daun yang terserang banyak)
|
3
|
Mati
( seluruh daun layu atau rontok atau tidak ada tanda – tanda kehidupan)
|
4
|
Tabel 2.Cara menentukan
kondisi tanaman akibat serangan hama atau pathogen
Intensitas
Serangan
|
Kondisi
Tanaman
|
0,1
>1-25
25-50
50-75
75-100
|
Sehat
Rusak
ringan
Rusak
sedang
Rusak
berat
Rusak
sangat berat
|
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Frekuensi dan Intensitas Serangan
Hama dan Penyakit pada Tegakan Jati (Tectona grandis L.f)
Tabel 3. Pengamatan Serangan Hama dan Penyakit di Lapangan Pada Plot 1
Nomor Tanaman
|
Kriteria
|
Ket
|
||||
Sehat
(Xo)
|
Merana Ringan (X1)
|
Merana Sedang (X2)
|
Merana Berat (X3)
|
Mati (X4)
|
||
1
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
2
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
3
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
4
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
5
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
6
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
7
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
8
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
9
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
10
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
11
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
12
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
Jumlah
|
0
|
7
|
5
|
0
|
0
|
17
|
Tabel 4. Pengamatan Serangan Hama dan Penyakit di Lapangan Pada Plot 2
Nomor Tanaman
|
Kriteria
|
Ket
|
||||
Sehat
(Xo)
|
Merana Ringan (X1)
|
Merana Sedang (X2)
|
Merana Berat (X3)
|
Mati (X4)
|
||
1
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
2
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
3
|
|
|
|
ü
|
|
3
|
4
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
5
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
6
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
7
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
8
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
9
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
10
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
11
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
12
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
Jumlah
|
0
|
5
|
6
|
1
|
0
|
20
|
Tabel 5. Pengamatan Serangan Hama dan Penyakit di Lapangan Pada Plot 3
Nomor Tanaman
|
Kriteria
|
Ket
|
||||
Sehat
(Xo)
|
Merana Ringan (X1)
|
Merana Sedang (X2)
|
Merana Berat (X3)
|
Mati (X4)
|
||
1
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
2
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
3
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
4
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
5
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
6
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
Jumlah
|
0
|
4
|
2
|
0
|
0
|
8
|
Tabel 6. Pengamatan Serangan Hama dan Penyakit di Lapangan Pada Plot 4
Nomor Tanaman
|
Kriteria
|
Ket
|
||||
Sehat
(Xo)
|
Merana Ringan (X1)
|
Merana Sedang (X2)
|
Merana Berat (X3)
|
Mati (X4)
|
||
1
|
|
|
|
ü
|
|
3
|
2
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
3
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
4
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
5
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
6
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
Jumlah
|
0
|
4
|
1
|
1
|
0
|
9
|
Tabel 7. Pengamatan Serangan Hama dan Penyakit di Lapangan Pada Plot 5
Nomor Tanaman
|
Kriteria
|
Ket
|
||||
Sehat
(Xo)
|
Merana Ringan (X1)
|
Merana Sedang (X2)
|
Merana Berat (X3)
|
Mati (X4)
|
||
1
|
|
|
|
ü
|
|
3
|
2
|
|
ü
|
|
|
|
1
|
3
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
4
|
|
|
ü
|
|
|
2
|
Jumlah
|
0
|
1
|
2
|
1
|
0
|
8
|
4.1.2 Menentukan Frekuensi dan Intensitas Serangan Hama dan Penyakit Pada
Plot 1 sampai Plot 5
a) Plot 1
12
=
12 x 100
%
12
= 100 %
Intensitas Serangan = X1 Y1 + X2Y2 +
X3Y3 + X4Y4 x 100 %
=
(0.0)+(7.1)+(5.2)+(0.3)+(0.4) x 100 %
= 17 x 100%
48
= 35, 41 % ( Rusak Sedang )
b) Plot
2
12
=
12 x 100
%
12
= 100 %
Intensitas Serangan = X1 Y1 + X2Y2 +
X3Y3 + X4Y4 x 100 %
=
(0.0)+(5.1)+(6.2)+(1.3)+(0.4) x 100 %
= 20 x 100%
48
= 41,66 % ( Rusak Sedang )
c) Plot
3
6
=
6 x 100
%
6
= 100 %
Intensitas Serangan = X1 Y1 + X2Y2 +
X3Y3 + X4Y4 x 100 %
=
(0.0)+(4.1)+(2.3)+(0.3)+(0.4) x 100 %
= 10 x 100%
24
= 41,66 % ( Rusak Sedang )
d) Plot
4
6
=
6 x 100
%
6
= 100 %
Intensitas Serangan = X1 Y1 + X2Y2 +
X3Y3 + X4Y4 x 100 %
=
(0.0)+(4.1)+(1.2)+(1.3)+(0.0) x 100 %
= 9 x 100%
24
= 37,5 % ( Rusak Sedang )
e) Plot
5
6
= 4 x 100
%
4
= 100 %
Intensitas Serangan = X1 Y1 + X2Y2 +
X3Y3 + X4Y4 x 100 %
=
(0.0)+(1.1)+(2.2)+(1.3)+(0.4) x 100 %
24
=
33,33 % ( Rusak Sedang )
Tabel 8. Jumlah
rata-rata Fs dan Is Hama dan Peyakit
pada Plot 1-5
No
Plot
|
Fs
( 100%)
|
Is
( 100%)
|
Kerusakan
|
1
|
100
|
35, 41
|
Rusak
Sedang
|
2
|
100
|
41,66
|
Rusak
Sedang
|
3
|
100
|
41,66
|
Rusak
Sedang
|
4
|
100
|
37,5
|
Rusak
Sedang
|
5
|
100
|
33,33
|
Rusak
Sedang
|
Jumlah
|
500
|
189,56
|
|
Rata-rata
|
100
|
37,91
|
Rusak
Sedang
|
4.1.3 Kerusakan pada tegakan tanaman Jati ( Tectona Grandis L.F ) akibat Faktor
Biotik, Abiotik Dan Sosial
Tabel
9. Kerusakan Akibat Faktor Biotik
No.
|
Penyebab Kerusakan
|
Bagian Tanaman
yang rusak/bentuk
penyerangan
|
Tanda/gejala
kerusakan
|
1
|
Hama semut
|
Batang
|
Bagian tertentu pada batang
mengelupas
|
2
|
Hama belalang
|
Daun
|
Daun
menjadi
berlubang
|
3
|
Hama Ulat
|
Daun
|
Serang terlihat jelas pada daun
yang berlubang dan menguning
|
4
|
Penyakit
kanker batang
|
Batang
|
Serangan terlihat sangat jelas dan
terdapat cacat pada bekas cabang
|
5
|
Penyakit daun menguning
|
Daun
|
Serangan terlihat sangat jelas
pada daun yang menguning
|
6
|
Penyakit Pelapukan Batang
|
Batang
|
Ditandai dengan terkelupasnya
kulit batang, lunaknya kulit dan mudah hancur
|
Tabel
10. Kerusakan Akibat Faktor Abiotik
No
|
Penyebab kerusakan
|
Bagian Tanaman yang rusak
|
Tanda/gejala kerusakan
|
1
|
Cahaya
|
Hampir
seluruh bagian tanaman, terutama pada bagian daun
|
Cahaya yang didapat oleh tanaman kurang sehingga membuat
warna daun terlihat agak pucat
|
2
|
Air
|
Hampir seluruh bagian tanaman
|
Pertumbuhan
Tanaman Jati pada plot ini tidak normal, akibat kekurangan kandungan air
|
3
|
Temperature
|
Hampir seluruh bagian tanaman
|
Kondisi tanaman yang berada diplot ini kurang baik, akibat
suhu yang kadang panas dan kadang menjadi dingin
|
Tabel 11. Kerusakan Akibat faktor Sosial
No
|
Penyebab Kerusakan
|
Tanda/gejala kerusakannya
|
1
|
Pencurian hasil hutan
|
Beberapa pohon sengaja ditebang dan kulit diambil karna
kulit jati juga memiliki manfaat
|
2
|
Penanaman tanaman lain
(Tumpang sari )
|
Pertumbuhan
tanaman tidak normal karena kurangnya kandungan air yang diperoleh tanaman
jati akibat adanya tanaman lain yang ditanaman jati yang mengambil sebagian
unsur hara dalam tanah yang di butuhkan tanaman jati
|
3
|
Penggembalaan
|
Beberapa bagian pohon rusak dan tanah disekitar pohon
menjadi agak padat karena terinjak oleh hewan ternak, daun tanaman muda juga
menjadi rusak karna dimakan ternak
|
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan
intensitas serang hama dan penyakit, dan berdasarkan table menentukan kondisi
tanaman. Pada plot pertama hasil perhitungan intensitas serangan hama dan
penyakit pada tanaman jati adalah sebesar 35,41% , dengan nilai tersebut
maka kondisi tanaman pada plot pertama dapat dikatakan sebagai kondiai rusak
sedang karena berada (>25-50 %). Pada plot kedua, nilai intensitas sebesar
41,66 % kondisi ini dapat dikatakan sebagai kondisi rusak sedang karena berada
pada (>25-50 %). Begitu pula pada plot ketiga, keempat, dan kelima. Kondisi
tanaman jati pada plot ini berada pada kondisi rusak sedang karena nilai
intensitasnya berada pada (>25-50 %).
Pada
tegakan jati ( Tectona grandis L.f )
ini menggunakan bibit yang tidak bersertifikat. Menyebabkan banyak pohon yang
terserang hama dan penyakit pada tegakan jati ( Tectona grandis L.f ) yang kami amati. Salah satu jenis penyakit
yang terdapat pada tegakan jati ( Tectona
grandis L.f ) yang kami amati yaitu kanker batang. Hal tersebut terjadi
akibat serangan dari hewan sekitar area tegakan berupa gigitan pada batang.yang
menyebabkan terjadinya luka pada batang, kemudian mikroorganisme hinggap di
tempat luka tersebut yang menyebabkan Kanker batang pada tegakan jati ( Tectona grandis L.f ).
Hama
yang terdapat pada sekiar tegakan jati ( Tectona
grandis L.f ) yang di amati terdapat banyak serangga yang berupa belalang ,
semut merah besar dan ulat. Semut merah besar banyak beraktifitas pada daun dan
kulit batang pohon jati. Dan pada pertumbuhan batang pada tegakan jati ( Tectona grandis L.f ) tidak terlalu
lurus dan banyak daun yang berlubang-lubang akibat dimakan ulat-ulat.
Hama
dan penyakit hutan menyerang hutan tanaman tanaman maupun hutan alam, namun
pengaruh dan dampak tingkat kerusakan pada hutan tanaman yang monokultur akan
jauh lebih besar. Kerusakan yang terjadi pada tegakan jati ( Tectona grandis L.f ) selain disebabkan
oleh factor biotik berupa hama dan penyakit juga di pengaruhi oleh factor
abiotik dimana kerusakan dapat disebabkan oleh cahaya, air dan temperature.
Serta kerusakan pada tegakan jati ( Tectona
grandis L.f ) juga dapat disebabkan oleh faktor sosial dimana dalam hal ini
yang sangat berperan yaitu manusia dengan berbagai aktifitas kegiatannya yang
dapat merusak ekosistem lingkungan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang ada pada lembar
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa :
1
Jenis-jenis hama yang menyerang tanaman jati di Desa Jono
Oge adalah kelompok serangga yaitu belalang, semut hitam, kupu putih, kutu
putih dan ulat, sedangkan untuk gejala penyakit akibat serangan hama adalah
kanker batang, daun berlubang dan menguning serta pelapukan pada batang.
2
Pada plot 1-5
rata-rata serangan hama dan penyakit memiliki frekuensi sebesar 100% dan
intensitas serangan 37,91% dan tergolong dalam kategori
rusak sedang.
3
Jenis-jenis gulma yang
mengganggu pertumbuhan tanaman jati di
desa ini adalah gulma alang-alang, gulma pakis kadal, gulma rumput putih
dan gulma sembung rambat.
3.1
Saran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar